KENAPA DZIKIR DENGAN SUARA KERAS DAN GERAKAN TERARAH

Panji Makalalag
Panji Makalalag
2 Min Read

Dzikir dengan suara keras [بصوة قوي] dan dengan gerak pukulan yang terarah [بضرب شديد] itu bukan untuk-NYA tapi dari-NYA oleh-NYA untuk kita, manusia. Suara keras dan gerakan dzikir yang terarah itu vibrasi energi maha dahsyat yang frekuensinya meresonansi kuat untuk melembutkan hati, semakin lembut, semakin lembut.

Hati yang tak tersentuh suara dan gerakan dzikir itu kotor penuh noda. Noda dosa itu virus penyakit hati yang hukum langitnya akan membuat hati menghitam, mengeras seperti batu bahkan lebih keras. Inilah hati yang mati.

Kalau hati manusia mengeras maka ia tidak bisa menyerap apalagi menerima cahaya-NYA, cahaya kebenaran yang menuntun hidupnya. Hidupnya manusia tak tersentuh dzikir tak punya hati: sukanya menyakiti dan enggan berbaik hati kepada sesama.

Suara keras dengan gerakan terarah menghujam ke hati akan menumbuk kerasnya hati, menumbuk hingga lembut [لطيف], bersih dan bercahaya. Lembutnya hati itu bukan saja menjadikan sensor kita peka dengan bimbingan suara lembut dari Yang Maha Lembut [ذكر الخفي] tapi juga bisa membentuk perangai pribadi yang lemah lembut dalam tutur-kata dan perbuatan.

Hati yang lembut itu peka terhadap perasaan orang lain, peduli terhadap lingkungan sekelilingnya. Demikian, siapapun kita akan menjadi seorang yang tidak suka melukai perasaan orang lain, senang membantu kesusahan orang-orang di sekeliling. Inilah tanda hati yang hidup dengan Yang Maha Hidup.

Lihatlah bagaimana akhlaq Kanjeng Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam dan para penerusnya, semuanya masyhur dengan kepribadian mereka yang lemah lembut lagi penyayang. Senang menolong dan peduli lingkungan sekitar.

Terbentuknya karakter indah itu [أخلاق المحمودة] melalui proses pelembutan hati dalam medium spiritual dzikrulloh. Suara dzikir itu, sabda Tuan Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs, adalah manfaat. Kurang suara, kurang manfaat. Di antara manfaat suara dzikir ialah untuk melembutkan dalam dan luar diri kita.

Salam lembut,
KH Budi Rahman Hakim, MSW., PhD.
[Pendiri Pesantren Peradaban Dunia JAGAT ‘ARSY, BSD, Banten, Indonesia]

Share this Article
Leave a comment