NGAJI TENTANG HAKEKAT MAKNA KAYA RAYA

Panji Makalalag
Panji Makalalag
5 Min Read

Kekayaan dan kepapaan itu, ternyata, soal perasaan. Di antara berjuta manusia, ada empat jenis manusia yang berbeda dalam memaknai kekayaan dan kemiskinan.

KE SATU, manusia kaya harta tapi miskin hati. Hartanya melimpah ruah tapi hatinya slalu merasa kekurangan. Karena perasaan tak berkecukupan itu tiada terbersit di hatinya keinginan untuk peduli dan berbagi terhadap sesama. Inilah potret manusia yang hidupnya tak terberkahi. Bahkan manusia tipe seperti ini cenderung akan menghalalkan segala cara demi memenuhi ambisinya terhadap menumpuk harta.

Dari Ibnu ‘Abbas ra, ia mendengar bahwa Rosululloh SAW bersabda :

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga.Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Alloh tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.”
[ HR . BUKHORI ]

KE DUA, manusia miskin harta tapi kaya hati. Hartanya kasat mata serba kekurangan, namun, jiwanya merasakan keberlimpahan. Karena perasaan berkecukupan inilah yang selalu menyisakan ruang baginya untuk peduli dan berbagi kepada sesama.

Inilah semulia dan seistimewa manusia.
Rosululloh SAW menjelaskan :

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kekayaan tidaklah diukur dengan banyaknya harta , namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hating.”
[ HR. BUKHORI dan MUSLIM dari ABU HUROIROH ]

KE TIGA, manusia yang kaya harta dan kaya hati. Hartanya melimpah ruah, hatinya diliputi perasan berkah dan hidayah. Karena perasaan diberkahi inilah yang mendorongnya untuk slalu bersyukur dengan peduli dan berbagi kepada sesama yang tidak beruntung. Inilah seberuntung-beruntungnya manusia, manusia luar biasa.

Dari ‘Abdulloh bin ‘Amr bin ‘Ash berkata bahwa Rosululloh SAW bersabda :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizqi yang cukup dan Alloh menjadikannya qonaah ( selalu merasa puas dan bersyukur ) dengan apa yang diberikan kepadanya.
[ HR . MUSLIM ]

KE EMPAT, manusia yang miskin harta dan papa hatinya. Rezeqinya seret, hatinya juga meng-keret. Karena perasaannya slalu seret dan mengkeret maka tak tersisa baginya rasa syukur, dan perasaan mampu peduli dan berbagi kepada sesama. Inilah gambaran serugi-ruginya manusia.

Rosululloh SAW mengajari Abu Dzar tentang hakekat makna kaya raya.

يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب

“Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya ?
Aku (Abu Dzar) menjawab :
” Betul .
Baginda Nabi SAW bertanya lagi, “ Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti faqir ? ”
Aku menjawab, “ Betul ya Rosululloh .”
Lalu Baginda Nabi SAW bersabda :
“Sesungguhnya yang namanya kaya adalah kayanya hati ( hati yang selalu bersyukur ) sedangkan faqir adalah faqirnya hati ( hati yang tidak pernah merasa puas ).”
[ HR . IBNU HIBBAN ; shohih ]

Di jenis mana kita terkategori, kita yang tahu dan memilih. Yang pasti Guru Sufi Agung Hadrotu Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul telah meng-ijazah-kan amalan agar keadaan harta seperti apapun, keadaan perasaannya diliputi perasaan kecukupan dan keberlimpahan. Meyakini dengan penuh bahwa setiap ada kebutuhan, Alloh pasti cukupkan kebutuhan itu. Itulah makna kaya yang sesungguhnya.

# Kaya Itu Tidak Harus Selalu Berlimpah Harta
# Kaya Itu Bukan Serba Ada Serba Punya
# Kaya Itu Setiap Ada Kahayang Pasti Ada
# Kaya Itu Setiap Butuh Pasti Ada Tersedia .

SELAMAT BERJUANG UNTUK MENJADI ORANG YANG KAYA RAYA.

Semoga bermanfaat.
Salam Ikroman Wa Ta’zhiman Wa Mahabbatan ,

LUQMAN KAMIL ASH SHIDDIQ
—————————————————
Syarahan dari tulisan KH Rd Budi Rahman Hakim Al Kholish Ph.D MSW.

Share this Article
Leave a comment