PAIT SIGIT PAHANG HAKAN KESED TELEG

Panji Makalalag
Panji Makalalag
5 Min Read

Oleh: Kh Yusuf Abdusshomad, S.Hi

Keberadaan seorang Guru merupakan sebuah keniscayaan bagi siapa saja yg ingin memperoleh pencerahan. Jika ada guru, maka ada murid. Dan ketersambungan antara guru dg murid adalah hubungan yg paling sakral.

Guru bisa dalam bentuk bimbingan yang benar yangg berasal dari dalam batin, disebut juga suara hati atau nurani. Namun, lebih mudah, cepat dan utama berhubungan dengan [se]seorang Guru secara langsung, karena bila risalah (pesan) terhalang percakapan pikiran, akan menenggelamkan nasihat halusnya.

Dan lagi, lebih jauh, pesan apa pun yg berasal dari dari dlm batin hanya diucapkan satu kali. Jika tidak waspada, pesannya mudah terlewatkan. Pesan ini kemudian terpantul di benak dan karenanya akan mendengar banyak versi berbeda yg diwarnai oleh logika, daya nalar dan pikiran!

Seorang guru dalam bentuk fisik mewujudkan kebajikan seperti keberanian (bukan nekad ya!), keindahan, kesabaran dsb; kajembaran rohmaniyah, dan Guru mengulang pesannya sampai kita mendapatkannya/ memahaminya.

Ini kemudian yg biasa menjadi pergumulan antara pesan Guru dan pikiran. Ketika sampai di pikiran, entah pikiran berada di bawah kendali kita atau kita berada di bawah kendali pikiran kita sendiri.

Keinginan adalah kendaraan yang dengannya penguasaan diri kita diserahkan kepad pikiran. Keinginan dan pengejaran terhadap keinginan itu menciptakan tabir [kegelapan] yang dengannya kita tidak bisa melihat ke dalam batin atau melihat kajembaran rohmaniyah. Kesadaran kita kemudian menjadi terpusat pd tabir gelap atas keinginan yg tidak terpenuhi di dlm pikiran.

Kita tidak melihat Guru menghilangkan kegelapan ini di dalam diri kita, karena pengalaman sensorik membuat kita sibuk dg persepsi sendiri. Dan pad saat kita dipaksa masuk ke dlm batin, kita menemukan tabir yg tidak bisa ditembus.

Sementara kita punya banyak alasan yg membuat kita mau tak mau berbalik ke batin kita, yg paling penting adalah kehausan akan kebahagiaan yg tidak bisa dipenuhi oleh dunia. Pendorong utama untuk mengejar kesenangan indrawi adalah pencarian terhadap kebahagiaan ini.

Seiring dengan kebahagiaan yg dibawa dunia lahir kepada kita, ada penderitaan tersembunyi yang muncul secara berkala (tiap per sekian detik) selama hidup pikiran kita. Ketika kita mulai memahami bahwa sumber kebahagiaan sejati ada di dalam batin dan bukan melalui dunia indra yg objektif, tampak pencarian ke dlm batin dimulai.

Pada tahap penting ini, nasihat guru apakah internal (hati nurani) atau eksternal (seorang guru dlm bentuk fisik) menjadi sangat diperlukan. Ini membentuk peta jalan yang memberi kita gambaran tentang tujuan.

Untuk sampai ke tujuan, biasanya terdapat banyak jalan, baik itu melalui perahu di laut, kereta api di darat atau pesawat terbang di udara. Orang-orang memilih jenis transportasi yg berbeda, tergantung preferensi pribadi mereka. Namun mereka semua berakhir di tempat yang sama.

Seorang Guru dlm bentuk fisik membimbing kita dlm penemuan batin dengam membekali metode yg darinya terbagikan energi spiritual sebagai santapan dan/atau bahan bakar murid untuk perjalanan. Hanya Guru yg mengetahui semua seluk beluk perjalanan yg telah melewati jalan itu berkali-kali sebelumnya yg bisa membimbing kita.

Dalam konteks ini, silsilah seorang Guru dapat dianggap sbg kendaraan seperti kereta api. Pikiran kita dapat dianggap sebagai barang bawaan kita dalam perjalanan. Setelah di kereta, kita menurunkan barang bawaan kita dan kereta mengambil barang bawaan kita.

Ketika kita ‘menyerahkan’ diri kita dan barang bawaan kita ke kereta, kita memiliki keyakinan implisit bhw kita akan dibawa ke tujuan. Demikian pula, Guru mengambil ‘muatan atau beban’ dari pikiran kita jika kita ‘mengizinkan’ Guru melakukannya.

Begitu kita mengesampingkan pikiran kita, perlu ada keyakinan yang sama dengan yang dimiliki seseorang pada masinis kereta bahwa kita mempercayakan nyawa kita kepada masinis yang tidak pernah kita temui.

Kita tidak pernah mempertanyakan masinis tentang surat keterangan sah akan kemampuan atau pengalamannya dalam mengendalikan kereta. Jika kita bisa melakukannya terhadap masinis kereta, mengapa tidak terhadap pesan Guru?

Share this Article
1 Comment