Oleh: K.H. Mahmud Jonsen Al Maghribi, M.Si.
(Wakil Talqin Pangersa ABAH AOS dari Tanggerang)
Tugas utama dari Para Nabi dan Rosullulloh adalah menyeru kepada semua manusia agar menyembah hanya kepada الله dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain الله, “Laa Ilaaha Illalloh”. Sabda Rosullulloh Saw., “Afdholu maaqulta ana wanabiyana, min qauli Laa Ilaaha Illalloh”– Yang paling utama kuucapkan dan yang diucapkan nabi-nabi terdahulu, ialah Tidak ada Tuhan selain الله.
Demikian Agungnya kalimat tersebut, kalimat yang hanya kepada manusia di amanahkan, sebagaimana Firman الله Swt. dalam Al Qur’an Surat Al Ahzab ayat 72-73,
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
لِّيُعَذِّبَ ٱللَّهُ ٱلْمُنَٰفِقِينَ وَٱلْمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلْمُشْرِكِينَ وَٱلْمُشْرِكَٰتِ وَيَتُوبَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًۢا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, sehingga الله mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga الله menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah الله Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Ahzab [33]: 72-73).
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah, bahwa beliau berkata: “Aku mendengar junjungan manusia Muhammad bersabda: Junjungan Malaikat, Jibril berkata: Aku tidak turun dengan membawa satu kalimat yang lebih agung dari kalimat Laa ilaaha IllaLlah. Dengan kalimat tersebut langit, bumi, gunung, pohon-pohon, daratan dan lautan muncul ke permukaan. Ingatlah kalimat tersebut adalah kalimat keselamatan ia adalah kalimat yang tinggi.” (Miftahus Shudur, KH. A. Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin)
Bahwa Syaiyidina “Ali k.w. bertanya kepada nabi : “Ya Rosulullah tunjukilah aku jalan yang sependek-pendeknya kepada Allah dan yang semudah-mudahnya dan yang paling utama dapat ditempuh oleh hambaNya pada sisi الله?. Maka bersabdalah Rosulullah : “Hendaknya kamu lakukan dzikrullah yang kekal (dzikir dawam) dan ucapan yang paling utama pernah kulakukan dan dilakukan oleh Nabi-nabi sebelum aku, yaitu Laa Ilaaha Illallaah. Jika ditmbang tujuh petaka langit dan bumi dalam satu daun timbangan, dan kalimat Laa Ilaaha Illallaah dalam satu timbangan yang lainnya, maka akan lebih berat kalimat Laa Ilaaha Illallah dalam daun timbangan yang lain”.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa tugas para Nabi yang kemudian diteruskan oleh Para Wali الله adalah menegakkan kalimat Tauhid, kalimat yang akarnya menghujam ke bumi daunnya menjulang ke langit yang senantiasa memberikan buahnya pada setiap musim, sebagaimana Firman الله,
اَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصۡلُهَا ثَابِتٌ وَّفَرۡعُهَا فِى السَّمَآءِۙ ٢٤
تُؤۡتِىۡۤ اُكُلَهَا كُلَّ حِيۡنٍۢ بِاِذۡنِ رَبِّهَاؕ وَيَضۡرِبُ اللّٰهُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُوۡنَ ٢٥
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana الله telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrohim:24-25).
Maka sesungguhnya menjadi tugas para Wali الله untuk mensyiarkan kalimat Laa Ilaaha Illalloh, karena para Ulama adalah penerus para Nabi, sebagaimana Sabda Rosullulloh Saw., “Al ‘ulama-u warosatul anbiya”. Tentu saja dalam menegakkan kalimat tersebut pasti ada tantangan dan rintangan dari golongan manusia yang tidak ingin tegaknya kalimat yang Agung, yang biasanya datang dari kaum yang kafir atau dari golongan orang-orang munafik. Namun ingatlah, jikalau istiqomah dalam perjuangan dakwah insya Alloh akan selalu mendapatkan pertolongan oleh الله Swt. Bersabda Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul, “Meskipun orang-orang sampai jungkir balik, tidak akan mampu.menghalang-halangi tegaknya kalimat yang Agung.”
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : «إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ. وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ. وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا. وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْذَنَّهُ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
“Sesungguhnya Allah berfirman: “Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shaleh) yang lebih Aku cintai dari pada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam), dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku-pun mencintainya. Lalu jika Aku telah mencintai seorang hamba-Ku, maka Aku akan selalu membimbingnya dalam pendengarannya, membimbingnya dalam penglihatannya, menuntunnya dalam perbuatan tangannya dan meluruskannya dalam langkah kakinya. Jika dia memohon kepada-Ku maka Aku akan penuhi permohonannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan berikan perlindungan kepadanya. Tidaklah Aku ragu melakukan sesuatu yang mesti aku lakukan seperti keraguan untuk (mencabut) nyawa seorang yang beriman (kepada-Ku), dia tidak menyukai kematian dan Aku tidak ingin menyakitinya”. HSR al-Bukhari (5/2384, no. 6137).
Hati-hati, jangan coba-coba memusuhi Wali-Nya. Maka akan menyebabkan anda mendapatkan bermacam-macam kesusahan, dari yang terkecil hingga yang terbesar. Seandainya hati pengersa Abah Aos tidak penuh dengan rasa kasih sayang, niscaya akan banyak orang yang akan menderita dan mendapatkan berbagai kesusahan akibat dari memusuhi beliau. Yang kaya menjadi miskin, yang sehat menjadi sakit, yang lapang menjadi sempit, yang alim menjadi bodoh, yang arif menjadi pendengki, yang mulia menjadi hina, yang tinggi derajatnya menjadi rendah, yang bijak menjadi zholim. Itulah akibat dari memusuhi Wali-Nya, adaikan tidak dihapus oleh kemuliaan Akhlaq dan Lautan Mahabbah (Cinta) para Wali dan para Nabi kepada umatnya, hati yang diliputi rasa cinta niscaya الله Swt. akan menurunkan azab-Nya. Cinta dan kasih sayang yang dalam itulah yang menjadi penyebab الله Swt. manahan Azab-Nya.
Firman الله Azza wa Jalla (dalam hadits di atas), yang artinya, “Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada dengan hal-hal yang Aku wajibkan. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”
الله Azza wa Jalla berfirman, yang artinya,
اَلَاۤ اِنَّ اَوۡلِيَآءَ اللّٰهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُوۡنَ ۖ ۚ ٦٢
الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَكَانُوۡا يَتَّقُوۡنَؕ ٦٣
لَهُمُ الۡبُشۡرٰى فِى الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا وَفِى الۡاٰخِرَةِؕ لَا تَبۡدِيۡلَ لِـكَلِمٰتِ اللّٰهِؕ ذٰلِكَ هُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِيۡمُؕ ٦٤
“Ingatlah wali-wali الله itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” [Yûnus/10:62-63]
Dan Firman الله Swt., “(Orang-orang yang bertakwa adalah) orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan (orang lain). Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali ‘Imran: 134).
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah الله menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena الله kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat).’” (HR. Muslim, no. 2588 dan imam-imam lainnya).