Pada suata ketika ada jamaah yang bertanya kepada Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul, “Saya mendengar di radio dari seorang kyai (kira-kira umurnya 60 tahun) yang berpendapat bahwa dzikir jahar tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw pada zamannya. Bagaimana pendapat bapak?”
Jawaban Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra Qs
Kyai yang berpendapat seperti itu usianya baru 60 tahun!? Saya kira sudah seribu limaratus tahun. Kalau baru 60 tahun pantas mengatakan demikian karena belum lahir ke dunia. Dia tidak mengalami masa Rasulullah saw. Tapi jika ia mau rajin membaca kitab-kitab hadits yang memuat tentang itu di dalam kitab Bukhori pun dicantumkan di dalam salah satu bab tentang dzikir setelah sholat lima waktu dilaksanakan berjama’ah dan suara keras/jahar.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Telah bercerita kepadaku Ishaq bin ‘Abdur Rohman dia berkata tentang kabar dari Jurej bahwa dia telah menerima berita dari ‘Umar bahwa sesungguhnya Ma’bad majikan Ibnu ‘Abbas ra menyampaikan berita bahwa sesungguhnya mengangkat suara dengan dzikir ketika selesai para sahabat dari sholat yang difardhukan adalah atas perintah Nabi saw. Kata ‘Ibnu Abbas aku adalah yang langsung mengetahui tentang itu dan aku mendengar langsung hal itu.” (HR. Bukhori)
Kata tuanku Ahmad Qosyasyi qs, ini dalil tentang keutamaan dzikir jahar yang didengar orang lain, maka si pendengar menjadi dzikir kepada الله SWT karenannya. Jadi setelah membaca ini, jangan bertanya lagi atau mendengar siapa lagi kecuali apabila الله SWT melahirkan lagi nabi setelah Nabi Muhammad saw. Sekarang saya bertanya lagi kepada anda, mungkinkah ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad saw? Untuk hal ini الله SWT memberikan jawabannya dalam surat al-Ahzab ayat 40:
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۦنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا
Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah الله Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Kalau anda mau menerima Nabi Muhammad saw, terimalah hadits tersebut. Dan tidak ada lagi hadits seperti itu. Hanya itu-itunya kecuali dalam bentuk lain. Seperti kata Ibnul ‘Adro, “Dzikir seperti itu riya”, nabi langsung membantah, “Bukan riya’ tapi semangat”. Pada jaman nabi, orang kafir mengatakan gila kepada nabi karena Dzikir jahar. Orang munafiq mengatakan Riya’ karena nabi dzikir jahar. Lihat kitab Faidlul Qodir dalam hadits yang diawali dengan hamzah.
Bukan hanya disabdakan oleh nabi, tapi dzikir jahar itu kesukaan الله SWT sebagaimana firman- Nya dalam An-Nisa ayat 148 :
ا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلْجَهْرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Artinya: “الله tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. الله adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Yang dimaksud ucapan buruk terang-terangan ialah mencela orang, memaki, menerangkan keburukan-keburukan orang lain, menyinggung perasaan orang lain dan sebagainya.
Ayat tadi adalah salah satu dalil akurat yang menyatakan الله SWT Maha menyukai ucapan-ucapan yang baik dengan terang-terangan/jahar. Diantara ucapan itu ialah Dzikir jahar yang dilaksanakan oleh para shohabat pada zaman Nabi saw. Firman-Nya dalam An Nisaa’ ayat 9:
وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada الله orang-orang yang Seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Dalam firman-Nya yang lain disebutkan:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar” (Qs. Al Ahzab ayat 70)
Mengenai dzikir jahar berjama’ah, telah kurang lebih lima belas abad yang lalu nabi bersabda:
عن عبد الله بن مغفل قال : قال رسول الله عليه وسلم : ما من قوم يذكرون الله الا نادی هم مناد من السماء قوموا مغفورا لكم قد بدلت سيئاتكم حسنات
(رواه البيهقي)
Dari Abdillah bin Maghfal, katanya, “Telah bersabda Rasulullah SAW, tiada suatu kaum berkumpul di suatu tempat lalu mereka berdzikir kepada الله SWT, kecuali penyeru dari langit menyerukan: “Hai… berdirilah kamu sekalian dengan ampunan dari الله SWT dan telah digantikan keburukan kamu sekalian dengan kebaikan” (HR. Al-Baihaqi dari ‘Abdillah bin Maghfal)
Shohabat Mu’awiyyah berkata, bahwa Nabi saw pada suatu ketika keluar dan masuk tempat di mana para shohabat sedang berkumpul di dalamnya. Lalu nabi bertanya, “Apakah yang sedang kalian kerjakan disini?” Serempak mereka menjawab, “Kami sedang berdzikir kepada الله dan memujinya”, maka nabi bersabda: “Jibril telah datang kepadaku menyampaikan kabar gembira kepada kalian, katanya: “Sesungguhnya الله merasa bangga dengan keberadaan ini didepan para malaikat.” (HR. Imam Muslim, at-Turmudzi dari Mu’awiyah)
Setelah penjelasan ini maka lebih baik diam daripada berbicara tidak benar. Mudah-mudahan jawabannya tidak memuaskan agar terus bertanya apa yang anda tidak tahu untuk tahu mengerti dan melaksanakan. Jika hanya bertanya, tapi tidak dilaksanakan, maka inilah firman الله dalam Al Ahzab 101:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَسْـَٔلُوْا عَنْ اَشْيَاۤءَ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ ۚوَاِنْ تَسْـَٔلُوْا عَنْهَا حِيْنَ يُنَزَّلُ الْقُرْاٰنُ تُبْدَ لَكُمْ ۗعَفَا اللّٰهُ عَنْهَا ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika Al-Qur’an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. الله telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan الله Maha Pengampun, Maha Penyantun.”
Sumber: Majalah Nuqthoh No. 6 Tahun III (11 Jumadil Tsani 1424 H/29 Juli 2004 M)