KEMURSYIDAN DALAM PANDANGAN ILMU TASHOWWUF

Panji Makalalag
Panji Makalalag
9 Min Read

Oleh: K.H. Luqman Kamil Ash Shiddiq S.Pd.

Sebagai orang yang beriman tentu sudah tertanam keyakinan bahwa kehidupan dunia bukan tujuan akhir. Kita semua berasal dari اللّٰه tentu harus bisa kembali lagi kepada اللّٰه . Sebagaimana dalam firman-Nya:

وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ

Artinya: “Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku kemudian kepada-Ku lah tempat kembali kalian (QS. Luqman/31: ayat 15).

Dan firman-Nya lagi:

وَمَا تَوْفِيْقِيْ اِلَّا بِاللّٰهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ

Artinya: “Dan tidak ada taufiq (pertolongan) kecuali dengan pertolongan اللّٰه SWT, hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali“.
(QS. Hud/11: ayat 38).

Kembali kepada اللّٰه SWT berdasarkan ayat di atas tentunya saat ini bukan menunggu mati. Juga berdasarkan ayat di atas bahwa untuk dapat kembali kepada اللّٰه SWT tentu butuh sang pendamping yang dapat mengembalikan atau mewushulkan ke hadhirat اللّٰه SWT.


Maka mencari pendamping agar kita bisa kembali kepada اللّٰه sejak sekarang merupakan suatu hal yang wajib.


Syeikh Ahmad Shohibul Wafa berkata:

فَالمَشَايِخِ هُمُ الطَّرِيقَةُ إلى اللهِ تَعَالَى وَالأَدِلاَّءُ عَلَيْهِ وَالبَابُ الَّذِي يَدْخُلُ مِنْهُ إلَيْهِ ،

“Maka para syeikh (Mursyid) semuanya adalah jalan menuju اللّٰه , dan penunjuk jalan menuju اللّٰه serta pintu tempat masuk menuju hadrot اللّٰه .”

Lalu siapa Syeikh Mursyid itu? Untuk mengetahui tentang Syeikh Mursyid ada dua sudut pandang pemahaman. Pertama, pemahaman tentang Syeikh Mursyid secara umum sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ta’rifat.

الْمُرْشِدُ هُوَ الَّذِيْ يَدُلُّ عَلَى الطَّرِيْقَةِ الْمُسْتَقِيْمِ قَبْلَ الضَّلَالَةِ

Artinya: “Mursyid adalah orang yang mampu memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus sebelum tersesat”.

Kedua, pemahaman secara khusus. Pemahaman secara khusus inilah pemahaman kemursyidan menurut koridor ilmu tashowwuf.

Syeikh Mursyid yaitu orang yang dengan izin اللّٰه SWT dipertemukan dengan Mursyid sebelumnya kemudian menerima talqin dzikir darinya, mengamalkan thoriqohnya dengan baik dan istiqomah, mengolah (meriyadhohi) dirinya dengan ilmu yang benar sampai mencapai maqom ikhlas, terbukti akhlaknya di atas rata-rata mukmin pada umumnya, taqwanya sempurna, terbukti diberi wilayah (derajat wali اللّٰه ) oleh اللّٰه SWT, tidak mencari murid. Karena dilihat oleh orang lain sudah sempurna ilmu, amal, akhlaq dan rasanya maka banyak orang yang ingin dibimbingnya menuju kesempurnaan dan ma’rifat kepada اللّٰه SWT. Dan Syeikh Mursyid ini dipilih dan diangkat/ditunjuk langsung oleh Syeikh Mursyid sebelumnya. Tidak setiap wali اللّٰه itu Mursyid tetapi setiap Mursyid itu sudah pasti wali اللّٰه .

Jadi kemursyidan itu bukan merupakan tahta kerajaan yang ketika sang raja wafat maka putranya lah yang berhak dan yang harus melanjutkan. Sekali lagi saya tegaskan bahwa kemursyidan bukan merupakan tahta kerajaan.

Di dalam kitab Tanwirul Qulub halaman 405 Syeikh Muhammad Amin Al-Kurdi menjelaskan:

فَيَجِبُ عَلَى مَنْ غَلَبَتْ عَلَيْهِ الْاَمْرَاضُ اَنْ يَطْلُبَ شَيْخًا يُخْرِجُهُ مِنْ كُلِّ وَرَطَةٍ وَاِنْ لَمْ يَجِدْ فِي بَلَدِهِ اَوْ اِقْلِمِهِ وَجَبَ عَلَيْهِ السَّفَرُ اِلَيْهِ

Artinya: “Maka wajib adanya bagi orang yang merasa kotor hatinya dengan berbagai macam penyakit, mencari Guru Mursyid untuk mengeluarkan kotoran-kotoran bathin (yang menghalangi wushul kepada اللّٰه SWT) maka apabila tidak ada di daerah asalnya mestilah berjalan untuk mencari dimanapun berada”.

Seorang Syeikh Mursyid yang masih hidup (Syeikh Al-Hayyi) memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah lembaga tarbiyaturruh (thoriqoh) bahkan mutlak harus ada keberadaanya. Karena sebuah thoriqoh bisa dikatakan mu’tabaroh jika ada Syeikh Mursyidnya, jika tidak ada maka hilang pula kemu’tabarohannya. (Mu’tabaroh: Terhitung/legal/sah). Bahkan thoriqoh itu adalah Syeikh Mursyid yang hidup.


Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) Ra Qs menjelaskan dalam kitab Miftaahus Shudur:

فَالْمَشَايِخُ هُمْ الطَّرِيْقَةُ اِلَى اللّٰهِ تَعَالٰى …

Artinya: “Maka para Syeikh ini semua adalah thoriqoh (jalan) menuju اللّٰه SWT.

Dijelaskan pula dalam kitab Al-Ghunyah Li Tholibi Ila Thoriqil Haq halaman 164, Syeikh Abdul Qodir bersabda:
“Maka jadikanlah Syeikh Mursyid itu menjadi pelantara dan penyambung antara dirimu dengan Tuhanmu. Dan jadikan pula sebagai jalan menjadi sebab sampainya dirimu kepada اللّٰه SWT”.

Mushonnif kitab Tanwirul Qulub menuqil ucapan Syeikh Abi Yazid al-Busthomi (hlm. 525).

فَمَنْ لَا شَيْخَ لَهٗ يُرْشِدُهُ فَمُرْشِدُهُ الشَّيْطَانُ

Artinya: “Barang siapa yang tidak mendapatkan/menemukan Syeikh Mursyid (sebagai gurunya) maka Guru Mursyidnya itu adalah Syetan”.
(Kitab Tanwirul Qulub, hlm. 525).

Dalam kitab Sirrul Asror Syeikh Abdul Qodir al-Jailani menjelaskan:

وَطَلَبُ الْمُرْشِدِ لَازِمٌ لِاَجْلِ هٰذَا الرُّوْحِ الَّذِيْ بِهٖ تُحْيٰى الْقُلُوْبُ وَيُعْرَفُ بِهٖ رَبُّهُ فَافْهَمْ !

Artinya: “Mencari Guru Mursyid (yang masih hidup) itu wajib untuk mencapai ruh yang menimbulkan hidupnya hati dan mengenal (ma’rifat) kepada Tuhan, fahamilah!”.

Firman اللّٰه dalam QS. Ali Imron/3: ayat 153.

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَلَا تَفَرَّقُوْا

Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) اللّٰه dan janganlah kalian bercerai berai”.


Keterangan: Tali/tambang اللّٰه itu adalah Wali Mursyid yang hidup pada masanya.

Syeikh Mursyid itu sudah pasti seorang ulama bahkan dikatakan pewaris nabi yang sempurna. Mengapa demikian? Karena Syeikh Mursyid mewarisi ilmu lahir dan ilmu bathin dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Seorang Syeikh Mursyid tidak membawa ajaran (Syariat) baru melainkan hanya mengikuti ajaran Nabi-Nya.


Hal ini dikatakan oleh Syeikh Abdul Qodir al-Jailani ketika membedakan antara nabi dan Syeikh Mursyid. Beliau menjelaskan: “Syeikh Mursyid hanya diutus kepada orang-orang tertentu dengan tidak membawa syariat sendiri, karena ia tidak memiliki kemampuan kecuali hanya mengikuti Nabinya, jika ia mengaku membawa syariat sendiri maka kufurlah ia.

Sekali lagi penulis tegaskan bahwa Syeikh Mursyid tidak membawa ajaran (syariat) baru tapi membawa pemahaman yang terbarukan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah yang mana pemahaman tersebut belum diketahui oleh seseorang pun sebelumnya.

Antara Nabi dan Syeikh Mursyid memiliki kesamaan dalam tugas dan fungsinya yakni menyampaikan dan menyebarkan risalah Dinul Islam secara utuh dan berfungsi sebagai pintu masuk ke Hadhirat اللّٰه SWT bagi siapa saja yang yaqin serta teguh, patuh atas aturannya.

Jumhur Ulama mengatakan:

وَقَبْلَ اَنْ يُوْصَدَ بَابُ النُّبُوَّةِ يُدْعٰى نَبِيًّا فَاَمَّا فِي اَيَّامِنَا يُدْعٰى شَيْخًا

Artinya: “Sebelum pintu kenabian dikunci oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW, Insan Kamil (Mursyid) itu adalah Nabi, ada pun pada hari-hari sekarang disebutnya Syeikh“.

Seorang ahli shufi yang bernama Syeikh Ali al-Khowwash menjelaskan: “Syeikh Mursyid adalah orang yang mengajar dan mendidik manusia bertatakrama dan cara memfokuskan qolbunya hanya kepada اللّٰه SWT”.

Saudaraku… Ketahuilah seorang murid tidak akan sampai ke tingkat qurbah tertinggi sebelum ia bergaul erat (bersuhbah) dengan Syeikh Mursyidnya, menjaga adab dan berkhidmat kepadanya.

Seorang murid yang mengaku berthoriqoh tanpa bimbingan seorang Syeikh Mursyid (yang hidup) maka pembimbingnya adalah syetan. Andai kata ia sampai memiliki karomah maka hal itu tiada lain kecuali istidroj seperti halnya keluarbiasaan yang diberikan kepada dajjal di akhir masa”.

Tashowwuf dengan thoriqohnya bukan sekedar ilmu yang hanya sekedar dibaca dan dihafal lalu dipraktekkan menurut selera masing-masing. Tashowwuf dengan thoriqohnya pada intinya adalah ilmu kerohanian (ilmu bathin) yang membutuhkan Mega Professor yang ahli untuk membimbing manusia agar menjadi manusia yang paripurna yang mampu mengenal Tuhan-nya. Dialah Syeikh Mursyid yang bukan hanya mengatakan اللّٰه itu Esa dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya tetapi juga mengantarkan muridnya langsung untuk bertemu dengan اللّٰه SWT.

Tidaklah tepat jika mengatakan “boleh dalam berthoriqoh berguru kepada Syeikh yang sudah meninggal”.


Syeikh Abdul Qodir al-Jailani menjelaskan dalam karyanya Sirrul Asror: “Bimbingan bathin ini akan ada karena adanya pembimbingan dhohir dari ahli talqin (Mursyid yang hidup). Karena para wali اللّٰه yang sudah meninggal tidak lagi bisa membimbing langsung para muridnya”.

Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin menjelaskan dalam kitabnya, Miftahus Shudur pasal 6:

وَمَنْ طَلَبَ طَرِيْقَ الْقَوْمِ بِغَيْرِ اِمَامٍ عَارِفٍ بِاﷲِ تَاهَ فِی اَوَّلِ قَدَمٍ .
Dan barangsiapa yang menempuh jalan kaum sufi ( berthoriqoh) tanpa dibimbing imam yang arif billah (Syeikh Mursyid) ia telah sesat diawal langkahnya.

Share This Article
1 Comment