MENGAPA KITA MESTI MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSI

Panji Makalalag
Panji Makalalag
3 Min Read

Hidup bahagia atau sedih, tenang atau gelisah, mudah atau susah, ringan atau berat, semuanya adalah respon emosi kita terhadap kenyataan hidup yang terjadi dan kita alami. Seberapa dalam, seberapa lama, dan seberapa terganggu kita, semua sesungguhnya tergantung kemampuan diri sendiri mengelola emosi dan terus meningkatkan kecerdasan emosi.

Semakin tinggi kecerdasan emosi kita maka semakin bahagia, tenang, mudah dan ringan kita menjalani hidup –seburuk apapun kenyataan hidup yang dialami. Semakin rendah kecerdasan emosinya maka semakin sedih, gelisah, berat dan berat kita menjalani hidup –bahkan sebaik apapun kenyataan hidup yang dilalui.

Orang-orang yang sukses secara materi dan spiritual 90 persen ialah orang-orang yang memiliki tingkat kecerdasan emosi (emotional quotion) tinggi di atas rata-rata. Mengapa, karena ia slalu bisa ‘berdamai’ dengan apapun dengan siapapun, slalu mendapat hikmah (lesson learn) bahkan mengambil peluang emas di setiap peristiwa hidup yang dialaminya.

Bersyukurlah, kecerdasan emosi itu bisa terus ditingkatkan. Dan salah satu kegiatan yang paling signifikan sumbangannya terhadap kecerdasan emosi seseorang ialah dengan istiqomah menjalani laku spiritualitas. Ya, aktivitas spiritual –sholat, dzikir, wirid yang benar & terbimbing Guru Ruh yang sanad spiritualnya sampai Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam– terbukti dalam sejarah dan keilmuan: selain dapat meningkatkan skill manajemen emosi, juga dapat melemahkan vibrasi-emosi negatif. Inilah kecerdasan berbasis emotional spiritual quotion (ESQ).
Fungsi laku spiritual itu ialah untuk meperluas medan energi serta sumber emosi yakni hati (subconscious mind).

Dengan konsistensi laku spritual terjadi pembesaran ruang-ruang hati yang awalnya sempit, kecil. Seorang yang ruang hatinya sempit mudah sumpek dan kepentok dengan permasalahan-permasalahan hidup yang dihadapi setiap hari.

Sementara, seorang yang ruang hati yang luas-diluaskan dengan laku spiritualitasnya terutama oleh dzikurulloh maka otot-ototnya hatinya selain menjadi kuat –tak mudah retak, patah apalagi meledak karena himpitan serta tekanan masalah, juga punya daya tampung yang luas terhadap permasalahan hidup apapun yang dihadapinya. Bahkan bisa menampung masalah orang lain sekaligus membantu menemukan solusinya.

Demikian, hatinya slalu lebih lapang, terang dan tenang. Untuk itu, semua kembali pada kemauan seseorang untuk meningkatkan kecerdasan emosi, yang ditandai meningkatkan skill manajemen kecerdasan emosi. Sekarang silahkan tinggal pilih: mau jadi manajer emosi yang hebat atau yang payah?

Salam cinta,
KH. Budi Rahman Hakim, MSW., PhD.
[Pembantu Khusus ABAH AOS/Direktur dan share-holder Media Group RAKYAT MERDEKA]

Share This Article
Leave a comment