NGAJI TENTANG CARA ‘Mati’ BAHAGIA ALA SUFI

Panji Makalalag
Panji Makalalag
4 Min Read

Masih seputar kematian.
Sambutlah kematian dengan sikap positif dan bahagia. Mengapa?

Karena kematian sesungguhnya adalah masa setiap manusia memanen, sekaligus memperoleh ‘upah’ dari-Nya. Memanen ladang amal perbuatan, mendapat upah, ganjaran, atas jerih menanam selama di dunia.

Hal ini seperti digambarkan Kanjeng Nabi Muhammas Shollallohu ‘alaihi wasallam bahwa dunia itu ladang amal untuk kehidupan setelah habis jatah masa di dunia [addunya majroah al-akhirah], atau (amal) dunia itu (wasilah penyampai Alam Akhirat [addunya ballagh al-akhirah].

Bercocok tanam ladanglah yang luas, yang banyak, agar panen dan upah yang diraih banyak, melimpah. Hasil panen yang banyak inilah yang membuat hidup bahagia dan menyambut positif datangnya masa kematian –yang pasti datangnya itu.

Jangan mau enaknya. Mau memanen dan dapat upah tapi males kerja, males menanam. Kalau suka memanen tapi tidak menanam itu namanya rampok, kata Guru Sufi Agung Syeikh Muhammad Abdul Gaos SM Ra Qs.

Sayangnya, untuk urusan panen amal dunia ini tak satu pun bisa yang bisa merampoknya. Setiap manusia mempertanggungjawabkan hasil kerja menanam dan menuai hasilnya sendiri-sendiri.

Kematian itu Panen Passive Income

Kematian itu bukan akhir kehidupan. Ia merupakan awal kehidupan yang abadi, kehidupan yang sesungguhnya di sisi-Nya. Kematian cuma pintu perpindahan alam: dari alam sementara ke alam kekekalan.

Selain musim panen dan saat kita menerima upah atas usaha kita bercocok tanam Amal semasa di alam fana, kematian adalah saat-saat kita, tak putus-putusnya, karena beberapa sebab, menerima jatah tambahan kiriman hasil panen dan ekstra upah Amal Kebaikan dari ladang Amal orang lain di dunia.

Inilah yang disebut Guru Sufi Agung Maulana Syeikh Abdul Gaos sebagai “pasive income” Amal yang akan terus mempertinggi dan mempermulia kedudukan kita di sisi-Nya. Dari mana kah sumbernya?

Sesuai petunjuk Kanjeng Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam, sumbernya ada tiga: Pertama, atas sharing ilmu yang bermanfaat kepada orang lain. Semakin banyak ilmu yang kita sharing, semakin banyak orang lain mendapat manfaat di saat kita hidup bahkan berlanjut manfaatnya ketika tiada, dari satu generasi ke generasi lain, maka sebanyak dan sepanjang waktu ilmu itu bermanfaat kepada orang lain maka semakin melimpah dan terus mengalir tambahan Amal Kebaikan itu kepada kita.

Kedua, atas kiriman doa’ yang tak putus dari anak-anak Adam kepada kita, baik anak kandung maupun siapa saja anak Adam yang mengungkapkan rasa syukur atas hadirnya kita dengan slalu berkirim doa’. Semakin banyak yang berdoa, bahkan doa’-doa’ itu terus berlanjut dari generasi ke generasi maka sebanyak dan sepanjang usia itu pula tambahan panen Amal Kebaikan terus mengalir.

Ketiga, atas shodaqoh yang diwasiatkan untuk menjadi shodaqoh jangka panjang [shodaqoh jariyyah]. Misalnya, sebagai petani kelapa, saat masih hidup suka bershodaqoh sebagian hasil penjualan kelapa, nah ini shodaqoh jangka pendek, dipanjangkan usia shodqohnya dengan mewasiatkan/wakaf agar beberapa pohon kelapa hasil penjualannya di-shodaqohkan ke misalnya mesjid atau pesantren. Nah shodaqoh inilah yang terus dikirim hasil panennya saat kita berpindah ke Alam sebelah.

Salam cinta,
Abah Jagat Al Khoolish

Share this Article
Leave a comment