Oleh: Dr. K.H. Akbar Mardani
(Wakil Talqin Pangersa ABAH AOS dari Bogor)
“Di antara yang aku khawatirkan atasmu sepeninggalku kelak adalah terbukanya untukmu keindahan dunia dan perhiasannya.” (HR: Bukhari-Muslim)
Pesan ini bukan berarti Rasulullah melarang kita mencari harta. Islam sendiri memberikan peluang kepada umatnya untuk mencari kekayaan dunia.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah dari anugerah اللّٰه kebahagiaan negeri akhirat, dan jangan melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kamu sebagaimana اللّٰه telah berbuat baik kepadamu, dan jangan kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh اللّٰه tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS: Al-Qashash: 77).
Kecintaan terhadap harta bahkan merupakan fitrah dari اللّٰه (Qs Ali Imran: 14). Dan manusia mempunyai kecenderungan besar untuk mencintai harta (Qs Al-Adiyat: . Karenanya, sebagaimana ditegaskan اللّٰه, harta memang perhiasan yang menyebabkan hidup manusia senang (Qs Al-Kahfi: 46).
Islam hanya memberikan warning agar manusia tidak menjadikan harta sebagai tujuan akhir (QS Fathir: 5). Tujuan hidup sebenarnya adalah kepuasan ruhani yang mengantarkan pada kebahagian di akhirat. “Dan sungguh kehidupan akhirat lebih baik bagimu dari kehidupan dunia” (QS: Ad-Dluha: 4).
Subhanallah